Jumat, 23 April 2010

PERUBAHAN BISNIS ZAMAN MODERN MELUNTURKAN ETIKA TRADISIONAL


Kemajuan teknologi adalah sesuatu yang tidak bisa kita hindari dalam kehidupan ini, karena kemajuan teknologi akan berjalan sesuai dengan kemajuan ilmu pengetahuan. Setiap inovasi diciptakan untuk memberikan manfaat positif bagi kehidupan manusia. Memberikan banyak kemudahan, serta sebagai cara baru dalam melakukan aktifitas manusia. Khusus dalam bidang teknologi masyarakat sudah menikmati banyak manfaat yang dibawa oleh inovasi-inovasi yang telah dihasilkan dalam dekade terakhir ini. Namun demikian, walaupun pada awalnya diciptakan untuk menghasilkan manfaat positif, di sisi lain juga juga memungkinkan digunakan untuk hal negatif. Karena itu pada pembahasan ini saya membahas tentang dampak-dampak positif dan negatif dari kemajuan teknologi dalam kehidupan manusia

Kita saat ini berada dalam sebuah fase cyber di zaman ini. Dimana hampir semua kegiatan di seluruh dunia menggunakan cyber sources dalam mencapai tujuannya. Komputer, jaringan internet, telepon genggam dengan fasilitas transfer data GPRS atau layanan pesan singkat (SMS) menjadi sesuatu yang sangat akrab dalam keseharian kita.

Beberapa aktifitas yang dulunya dilakukan secara manual maupun dengan alat yang lebih sederhana, sekarang bisa dilakukan hanya dengan memencet tombol di keyboard komputer. Mudah sekali. Dunia menjadi sebuah global village. Saya bisa berkomunikasi dengan seorang freelance writer di Amerika dengan layanan e-mail, atau sebaliknya dengan biaya yang sangat murah, sangat cepat dan sangat mudah.
Apa yang kita dapatkan dengan semua ini? Dari sisi positif, manusia dapat berhubungan langsung dengan banyak sumber informasi, searching ilmu pengetahuan mutakhir atau data yang urgent sekali. Tapi sisi negatifnya, dengan komputer juga manusia bisa terjebak dalam selera yang sia-sia melalui games, junk e-mail maupun cyber porn

perubahan proses bisnis/sosial akibat teknologi yang melunturkan nilai etika tradisional
1. Handphone

a. Model Kerja
• Pada teknologi modern masa kini, budaya komunikasi telah banyak memanfaat kan jasa layanan telephone sellular atau hand phone.dengan menggunakan HP yang menggunakan jasa kartu selluler maka kita dapat memanfaatkan fasilitas yang ditawarkan .
b. Nilai Etika Tradisional Yang Hilang
Dari aspek moral kita bisa menyaksikan sendiri terkikisnya nilai-nilai transendental pada kebanyakan remaja kita saat ini. HP yang sejatinya diharapakan menjadi alat untuk memudahkan dalam berkomunikasi telah dialih fungsikan menjadi sarana perusakan moral dan intelektual para pelakunya. Gambar-gambar dan film-film porno seakan menjadi hal yang tidak bisa dipisahkan lagi dari kebanyakan remaja kita saat ini. Mereka begitu leluasa menikmati film-film laknat tanpa ada pihak yang sanggup mencegahnya. Hal ini diperparah dengan keberadaan pihak-pihak tak bertanggungjawab yang memberikan jasa penyediaan film-film dan gambar laknat itu secara terang-terangan maupun sembunyi-sembunyi. Sebagian masyarakat dan umumnya remaja kita saat ini juga semakin lengket dengan predikat ‘hana eh malam’ akibat aktifitas baru menelpon ber-jam-jam hingga larut malam tanpa menghiraukan apapun resiko yang menimpanya. Sehingga keasyikan nelpon malam tidak jarang berakibat dikesampingkannya pekerjaan penting lainnya dan berujung dengan luputnya waktu salat shubuh akibat terpaksa bangun kesiangan
Ketidak-bijaksanaan ber-handphone ini tidak jarang pula menyebabkan terkikisnya ‘perasaan’ si pengguna HP. Kita bisa melihat fenomena yang terjadi selama ini yang sepertinya telah menjadi sebuah kebiasaan baru pengguna HP. Misalnya seperti ketika salat berjamaah dimasjid/meunasah atau dalam sebuah rapat dan kegiatan-kegiatan penting lainnya. Seolah begitu sulit mematikan atau men-sailent HP meskipun hanya sejenak untuk kekhusukan terlaksananya hal-hal yang sangat sakral. Panggilan HP tidak jarang pula lebih dimuliakan daripada panggilan Tuhan, Panggilan HP seolah menjadi sebuah prestise bagi pemiliknya maskipun yang dibicarakan nanti adalah hal-hal yang kurang penting. Sebesar apapun larangan menghidupkan HP dalam mesjid atau sepenting apapun sebuah rapat menjadi tak berfungsi ketika perasaan si pengguna HP ini menipis.
terkikisnya khusnuzhon dan aterjangkitinya penyakit buruk sangka atau suuzan dalam ber-SMS akibat telat atau lupanya pihak yang di-SMS untuk membalas atau sedang sibuk sehingga sebuah panggilan telepon tidak sempat diangkat. Persoalan sebaliknya adalah keengganan sebagian diantara kita untuk mengangkat sebuah panggilan telepon atau menjawab sebuah pesan singkat dengan perasaan seolah si-penelpon/SMS tidak lebih baik atau lebih mulia dari dirinya, hal ini sering diperankan oleh elit-elit di birokrasi kita dengan berbagai macam alasannya. Dan hal yang berbeda tentu akan diperlihatkan sesorang seandainya yang menghubungi adalah pejabat, orang kaya atau orang yang dibutuhkannya(bukan orang yang membutuhkannya). Padahal ini sudah memasuki ranah yang disebut Rasulullah sebagai penyakit hati, kesombongan, keangkuhan dan lain sebagainya.

2. internet
a. Model kerja
• dengan menggunakan perangkat computer atau hp yang terhubung dengan internet kita bias menyelami dunia tanpa batas
b. Nilai etika tradisional yang hilang
kita biasanya lebih sering menghabiskan waktu berjam jam untuk sekedar duduk di depan monitor.menyelami dunia tanpa batas..ketimbang sekedar berkunjung ke rumah tetangga /sanak famili.sehinga Kepekaan terhadap lingkungan sekitar menjadi kurang

menghasilkan manusia yang nyaris tidak perlu berhubungan dalam bentuk tradisional: tatap muka dan bersalaman.(Hilangnya silaturahmi, )
Dengan adanya internet juga sudah menghilangkan rasa takut pada diri kita untuk melakukan hal-hal yang berbau pelangaran hukum seperti;
– Pencurian dan penggunaan account Internet milik orang lain
Salah satu kesulitan dari sebuah ISP (Internet Service Provider) adalah adanya account pelanggan mereka yang “dicuri” dan digunakan secara tidak sah. Pencurian account cukup dengan menangkap “user_id” dan “password” saja. Akibat dari pencurian ini, penggunan dibebani biaya penggunaan acocunt tersebut.

– Membajak situs web
Salah satu kegiatan yang sering dilakukan oleh cracker adalah mengubah halaman web, yang dikenal dengan istilah deface. Pembajakan dapat dilakukan dengan mengeksploitasi lubang keamanan.

– Probing dan port scanning
Salah satu langkah yang dilakukan cracker sebelum masuk ke server yang ditargetkan adalah melakukan pengintaian. Cara yang dilakukan adalah dengan melakukan “port scanning” atau “probing” untuk melihat servis-servis apa saja yang tersedia di server target. Sebagai contoh, hasil scanning dapat menunjukkan bahwa server target menjalankan program web server Apache, mail server Sendmail, dan seterusnya.

Senin, 05 April 2010

MARKUS ???? GAK MAU LHA YAAW...


Apa pekerjaan paling gampang yang bisa dilakukan oleh semua orang dengan tidak dipengaruhi tingkat pendidikan dan latar belakang sosial, tidak membutuhkan modal besar, tidak memerlukan tempat usaha, tidak memerlukan izin usaha, tidak perlu melamar pekerjaan, asalkan pandai meyakinkan orang? Itulah makelar, atau yang biasa disebut calo atau bahasa kerennya broker.


Tanpa perlu dijelaskan berpanjang lebar bagaimana job description pekerjaan makelar, Anda semua pasti sudah tahu bahwa seorang makelar mengharapkan komisi atau fee atas jerih payah usahanya menjadi perantara penjualan barang atau jasa antara penjual dan pembelinya. Komisi atau fee biasanya dihitung dengan besaran persentase dari nilai barang atau jasa yang sedang diperdagangkan.


Makelar atau calo sudah merambah ke segala aspek kehidupan, dari dunia bisnis sampai pemerintahan, dari mencari tanah petakan sampai jabatan, dari menjual barang sampai orang. Pokoknya tidak ada sesuatu pun yang tidak bisa dimakelari. Sampai-sampai orang yang mencari isteri pun – biasanya istri yang kesekian – menggunakan jasa seorang makelar.

Pada dasarnya makelar adalah pekerjaan halal. Dengan menjadi perantara perdagangan barang atau jasa yang halal demi mengharapkan komisi atau fee sewajarnya, maka makelar bisa menjadi pekerjaan untuk menafkahi hidup bagi diri sendiri atau keluarga. Walaupun sedikit terdengar rendah, namun pekerjaan makelar bisa naik gengsi juga kalau yang diperdagangkan barang bernilai besar, seperti pesawat terbang, ladang minyak, atau peralatan militer antar negara. Anda mungkin ingat Adnan Khashoggi, dialah makelar kaya raya di dunia.


Makelar bisa menjadi haram atau ilegal kalau bersentuhan langsung dengan kejahatan korupsi, misalkan terjadi mark up nilai barang atau proyek, suap terhadap aparat pemerintah, pemalsuan data atau dokumen, atau penyalahgunaan jabatan dan pelanggaran perundang-undangan lainnya. Apalagi kalau yang menjadi makelar berstatus pegawai pemerintah dan berkaitan secara langsung dengan tanggung jawab dan kewenangan jabatannya..


Dalam dunia pemakelaran di pemerintahan dikenal banyak nama uang, seperti uang dengar, uang rokok, uang lelah, uang diam atau uang tutup mulut, dan uang upeti. Semua istilah ini membuktikan bahwa sangat banyaknya pihak yang terlibat dalam sebuah transaksi ilegal di pemerintahan, dari pegawai rendahan yang hanya perlu diberi uang rokok, sampai pejabat tinggi yang harus diberi uang dengar, uang diam atau wajib dibayar upeti. Istilah “asal tahu sama tahu” yang sering digunakan di antara pegawai pemerintah dalam urusan ilegal korupsi, menunjukkan bahwa semua orang yang terlibat akan saling menutupi dan saling menjaga rahasia.


Kejahatan makelar kasus – atau lebih keren disebut mafia kasus – di dunia penegakan hukum di Indonesia adalah cerita usang namun melegenda. Jangan heran kalau pada akhirnya pekerjaan seperti itu terus menurus dilakoni, karena pekerjaan sebagai makelar kasus adalah pekerjaan yang ringan dengan penghasilan yang besar, sehingga pekerjaan ini memiliki daya tarik yang sangat tinggi. Anda tidak percaya??


Sebut saja Gayus Tambunan – Nama yang akhir-akhir ini mencuat karena namanya disebut oleh mantan Kabareskrim Komjen Susno Duadji memiliki uang sebesar Rp 25 miliar dalam rekening pribadinya. Hal tersebut sangat mencuri perhatian karena Gayus Tambunan hanyalah seorang PNS golongan IIIA yang mempunyai gaji berkisar 10 jutaan rupiah.

Lelaki yang memiliki nama lengkap Gayus Halomoan Tambunan ini bekerja di kantor pusat pajak dengan menjabat bagian Penelaah Keberatan Direktorat Jenderal Pajak. Posisi yang sangat strategis, sehingga ia dituduh bermain sebagai makelar kasus (markus). Kasus pun berlanjut karena diduga banyak pejabat tinggi Polri yang terlibat dalam kasus Gayus.

Setelah dilakukan pemeriksaan, dari uang total Rp 25 miliar, uang sejumlah Rp 395 juta disita, dan sisanya sebesar Rp 24,6 miliar pun hilang entah kemana dan tidak ada pembahasan lanjut mengenai uang sebesar itu. Dalam kasus ini, Gayus dijerat 3 pasal sekaligus, yakni Korupsi, Pengelapan Uang dan Pencucian Uang. Gayus diketahui menyerahkan diri Selasa malam (30/3/2010) setelah sebelumnya berhasil lari ke Singapura.


Mudah-mudahan saja perang melawan ‘mafia-mafia’ lainnya yang sudah menggerogoti negeri ini terus berlanjut dan mafia-mafia itu segera tertangkap serta mendapatkan balasan yang setimpal.


Makelar kasus (markus) pada hakikatnya mencerminkan pengertian intervensi terhadap suatu proses administrasi, dalam hal ini proses penegakan hukum. Berbeda dengan proses intervensi lainnya yang mungkin bertujuan positif, markus meletakkan “memenangkan klien dengan segala cara” sebagai kepentingan dan tujuan. Perlu digarisbawahi bahwa target markus tidak selalu harus berupa tindakan yang menyimpang dari hukum, tetapi juga, seperti dalam dunia perdagangan, tampil sebagai makelar yang profesional, dengan menjembatani kepentingan pihak-pihak terkait. Walau dalam prakteknya sudah telanjur dipersepsikan jelek, markus tidak selalu membela yang salah, tetapi juga membela yang benar (korban).

Dalam uraian ini, saya batasi pada pembahasan markus dalam arti yang negatif, yang berupaya melakukan intervensi untuk menghasilkan tindakan, keputusan, dan atau perlakuan pejabat penegak hukum yang menyimpang dari ketentuan hukum.


Tindakan penegak hukum di sini mencakup seluruh rangkaian kegiatan, dari penyidikan termasuk penahanan sampai penjatuhan putusan pengadilan. Proses tersebut melibatkan bahkan jaringan mulai penyelidik, penyidik, petugas rumah tahanan, pengacara, penuntut umum, sampai hakim, termasuk hakim-hakim dalam peradilan agama dan pejabat pada lembaga-lembaga publik yang menyelesaikan sengketa. Proses pemasyarakatan tidak tercakup, karena proses tersebut tidak lagi berurusan dengan kasus, melainkan orang. Walaupun tidak berarti tak ada penyelewengan, terutama berkaitan dengan pungutan atau uang pelicin untuk kemudahan kunjungan dan perlakuan istimewa oleh petugas lembaga pemasyarakatan termasuk petugas rumah tahanan.


Pemahaman atas markus juga harus dibedakan dari sikap dan perbuatan pejabat penegak hukum yang menginisiasi penyimpangan. Secara moral, tindakan mereka menuntut pertanggungjawaban yang lebih berat karena mengkhianati profesi, sehingga dapat dikenakan dua bentuk tindakan hukum, yaitu pelanggaran pidana dan kode etik.


Kerja sama antara markus dan pejabat yang diintervensi dibangun dengan menggunakan instrumen barang dan/atau jasa, baik dalam bentuk tunai (uang/materi lain) maupun janji, seperti promosi, mutasi ke tempat/jabatan “basah”, pendidikan dan jabatan, bahkan jabatan sambilan pada dan/atau pemberian saham perusahaan. Walaupun pelaku markus juga orang amatiran untuk sesuatu kasus, markus pada umumnya merupakan predikat untuk mereka yang biasa atau mencari nafkah dengan pekerjaan memakelari kasus. Peranan tersebut umumnya dimainkan oleh pengacara-pengacara yang juga mengkhianati profesinya. Selain itu, terutama dalam kaitan dengan instrumen janji, peranan markus dimainkan oleh pengacara, pengusaha, dan orang biasa yang menjalin hubungan akrab dengan petinggi hukum, bahkan saya menemukan ada yang di-“pelihara” oleh pimpinan Polri (saya kurang paham dengan lembaga penegak hukum lain).


Untuk mencapai tujuannya, kerja sama mereka dilakukan dengan modus-modus antara lain mengurangi alat bukti (jenis/jumlah barang bukti/saksi), meng-“atur”saksi ahli, merekayasa berkas berita acara sehingga seolah-olah dipersalahkan tetapi karena pembuktian lemah dapat dipastikan akan dibebaskan oleh hakim, meringankan/mengurangi pasal yang dituduhkan, menerbitkan SP3 (surat perintah penghentian penyidikan)/SKPP (surat ketetapan penghentian penuntutan), dan mem-peti-es-kan perkara. Pada tahap terakhir, target yang dituju adalah hukuman bebas/ringan, memenangkan perkara (perdata) yang salah, penuntut umum tidak melakukan banding/kasasi, dan lain-lain.


Karena menyangkut materi, kasus yang biasanya di-“makelar”-kan adalah perkara dengan kerugian materi. Semakin besar nilai ekonomi materinya, semakin tinggi pejabat yang dilibatkan. Selain soal kerugian materi, juga menyangkut perkara yang melibatkan orang-orang ber-“duit”. Semakin kaya pihak yang beperkara, semakin besar cost yang diperlukan dan semakin tinggi pejabat yang dilibatkan.


Karena hanya menyangkut perkara tertentu, tidak semua pejabat penegak hukum terlibat dalam pergulatan markus, baik karena peluang menangani perkara tertentu (yang menjadi obyek markus) tidak dimiliki setiap personel (tergantung distribusi oleh pimpinan) maupun karena keengganan personel tertentu yang ingin memuliakan profesinya (kendali moral). Hanya sebagian kecil dari mereka, tetapi biasanya terpelihara dengan baik dalam posisinya karena berhasil menjadi kaya dan dengan kekayaannya berhasil membangun kolusi dengan atasan/petinggi, termasuk pejabat pada manajemen personalia. Ihwal karakter demikian, dapat dikatakan bahwa praktek markus lebih banyak terjadi dalam kehidupan di kota daripada di pedalaman yang mencerminkan pola hidup komunitarian.


Upaya Penanggulangan

Berbicara tentang upaya penanggulangan markus berarti berbicara tentang faktor-faktor yang menerangkan fenomena markus, baik yang bersumber dari individu maupun lingkungan organisasi dan sosial. Faktor lingkungan sosial merupakan push-factors (pendorong) yang saling mempengaruhi dengan faktor lingkungan organisasi sebagai pull-factors (penarik). Faktor tersebut meliputi, antara lain: (1) persepsi publik tentang kondisi internal yang belum sepenuhnya “bersih” sehingga menjadi daya tarik untuk terus menumbuh-suburkan praktek markus, dan (2) ketersediaan lapangan kerja yang sangat terbatas (pengangguran) yang menjadikan kelemahan dalam proses penegakan hukum sebagai komoditas yang diperdagangkan.


Sementara itu, faktor individu sangat berkaitan dengan kemampuan pengendalian diri (self-control), khususnya aspek moral. Faktor individu juga tidak mudah dipisahkan dari pengaruh lingkungan sosial, khususnya nilai-nilai sosio-kultural, seperti tenggang rasa, yang acap kali menjadi kendala bagi upaya pemberantasan markus termasuk korupsi.


Pengawasan internal, baik pengawasan oleh atasan langsung maupun pengawasan fungsional, termasuk pengawasan eksternal dari lembaga-lembaga lain, masih dirasakan lemah dan kurang efektif. Sementara itu, pengawasan masyarakat belum mendapat tempat yang layak dalam sistem pengawasan lembaga-lembaga penegak hukum, terutama belum terbukanya akses publik yang memadai.


Masalah anggaran merupakan faktor internal yang paling dominan menerangkan fenomena markus. Aspek pertama dari faktor ini menyangkut dukungan anggaran operasional, terutama yang dialokasikan pada unit-unit lapangan yang bersentuhan langsung dengan masyarakat. Diakui bahwa telah terjadi peningkatan yang berarti atas alokasi anggaran badan-badan penegak hukum, tetapi cenderung diprioritaskan untuk kepentingan satuan-satuan organisasi yang dipimpin langsung pejabat-pejabat tinggi terutama pada manajemen puncak. Akibatnya, petugas unit-unit operasional ”terpaksa” harus ”membebani” atau mengharap kontribusi warga guna menjamin tetap berjalannya roda organisasi dalam melayani masyarakat.


Aspek anggaran kedua menyangkut pemenuhan kebutuhan penghasilan personel. Faktor ini menurut saya menjadi paling dominan di antara semua variabel, karena juga memberi pengaruh melalui faktor-faktor yang disebut terdahulu. Faktor pengawasan organisatoris dan pengendalian diri yang lemah serta faktor lingkungan sosial (daya tarik) tidak lepas dari pengaruh penghasilan personel. Faktor ini pula bahkan yang mendorong terjadinya penyalahgunaan anggaran operasional. Walau demikian, tidak berarti semua personel penegak hukum mengatasi kekurangan penghasilannya dengan menyalahgunakan kekuasaan.


Dalam kondisi dunia ”abu-abu” semacam inilah, menurut saya, sangat sulit penanggulangan markus dan semua jenis korupsi dalam tubuh penegak hukum, terutama Polri, dapat berjalan efektif dan membawa perubahan yang mendasar. Apalagi sekadar melalui mekanisme Satgas, bahkan melalui pekerjaan KPK sekalipun, sepanjang mereka hanya berperan sebagai pemadam kebakaran. Sudah sepantasnya diberikan sanksi yang tegas bagi setiap markus yang jelas-jelas terbukti merugikan negara. Selamat berjuang memberantas markus!


Sumber Wacana:

detik.com, koran Tempo